Silahkan Berbagi:

Banjir yang melanda Jakarta 2 Pebruari 2007 lalu, kembali menyentak kesadaran masyarakat Jakarta akan rentannya Jakarta terhadap musibah banjir. Janji yang terucap oleh pejabat pada musibah banjir di tahun 2002 lalu, ternyata hanya sekedar janji karena nyatanya sampai saat ini Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia ternyata dapat tenggelam oleh hujan satu hari satu malam.

Sebagai warga terpelajar (Catatan penulis: Anda yang bisa mengakses internet diasumsikan bahwa anda cukup terpelajar, minimal tidak buta huruf kan?), apa yang dapat anda sumbangkan untuk memperbaiki keadaan?

Sebenarnya konsep sumur resapan sudah banyak dibicarakan sejak peristiwa banjir besar 2002, tapi entah kenapa kemudian menjadi melempem seperti kerupuk yang kena kuah soto.

Di bawah ini, kami menyajikan tumpukan informasi mengenai sumur resapan yang kami rangkum dari berbagai sumber, mudah-mudahan berguna untuk menstimulir ide penanganan banjir. Siapa tahu ada di antara pembaca artikel ini yang mau menjadi perintis pembuatan sumur resapan, minimal di daerahnya sendiri.


Tatkala musim hujan, manusia menjerit karena daerahnya kebanjiran. Tata kota, sistem drainase menjadi sasaran kesalahan. Sedangkan saat musim kemarau, tak sedikit di antara kita berteriak lantang mempermasalahkan kekeringan air. Masyarakat pun "menuduh" aparat pemerintah atau dinas terkait lainnya yang memang belum becus mengatur. Kurang ruang terbuka hijau, tak memperhatikan pembangunan kota. Bahkan orang pun sering menyalahkan pada alam.

Bila keadaan sudah demikian, janganlah kembali menyalahkan alam. Hujan dan kemarau adalah suatu kejadian alam yang sudah lazim terjadi sejak dulu. Pernahkan bertanya kepada diri, apakah kita juga turut bersalah?

Jakarta yang merupakan kota terpadat di Indonesia seringkali terjadi kesulitan air saat kemarau dan banjir saat musim hujan. Kondisi ini, membuat Pemda DKI pada akhir Agustus 2003 lalu, mewajibkan setiap bangunan untuk membuat sumur resapan air hujan. Sumur ini berfungsi untuk menampung air hujan sehingga diharapkan bisa mengurangi krisis air tanah yang semakin menipis, serta mengurangi banjir saat hujan.

Pembuatan sumur resapan sesungguhnya merupakan keharusan. Awalnya, pembuatan sumur resapan diatur oleh Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 17 Tahun 1992. Namun, karena banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya hampir tiap tahun terjadi, pada awal tahun 1996 SK itu diubah menjadi peraturan daerah (perda) dengan nomor tetap, yakni Perda No 17/1996. Isinya, kewajiban bagi semua warga membuat sumur resapan.

Sumur resapan adalah solusi termurah dan tercepat yang bisa direalisasikan. Soalnya, situ sebagai areal parkir alamiah air hujan tidak lagi banyak yang berfungsi. Untuk memfungsikannya, selain butuh biaya besar, juga untuk sebagian sudah tidak mungkin. Itu disebabkan situ sudah berubah menjadi areal permukiman atau pertanian.

Dua methode

Dalam sebuah simposium tentang pengelolaan air tanah di sekitar Gunung Merapi, Widodo Brontowiyono, peneliti sumur resapan pada Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Indonesia, mengemukakan bahwa metode menangkap air hujan ada dua.

Pertama, air hujan dikumpulkan dari atap bangunan, kemudian disalurkan menggunakan pipa ke sumur resapan. Kedua, air dikumpulkan tidak dari atap rumah, tetapi memanfaatkan saluran di permukaan tanah seperti sistem teras.

Pengumpulan air dari atap rumah memiliki keunggulan pada kualitas air, tetapi jumlahnya terbatas. Kualitas dan kuantitas air yang dikumpulkan dari atap dipengaruhi oleh jenis material dan kehalusan atap. Sedangkan pengumpulan air melalui saluran di permukaan tanah kualitas airnya kurang bagus, tetapi jumlahnya bisa lebih banyak.

Prof Dr Sudarmadji MEng, Kepala Bapedalda DIY yang juga pakar sumur resapan pada Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, menjelaskan, sumur resapan sangat efektif untuk meningkatkan serapan air tanah.

Sumur resapan berfungsi sebagai pengganti lahan terbuka di daerah tangkapan air yang telah dikonversi menjadi perumahan.

Pembuatan sumur resapan

Sumur resapan dapat dibuat dengan kedalaman hanya tiga meter dan dilapisi beton bis. Di dasar sumur diisi ijuk, kemudian ditimbun kerakal dan paling atas ditimbun tanah.

Permukaan sumur ditutup dengan beton cor bundar berdiameter sekitar 80 sentimeter yang dilubangi bagian tengahnya.

Ijuk, kerakal, dan tanah di dalam sumur resapan berfungsi meningkatkan kemampuan menyerap air dan meningkatkan kualitas air tanah. Air hujan yang masuk ke sumur resapan disaring oleh kerakal dan ijuk, baru diserap oleh tanah.

Sumur resapan sangat sederhana

Jika sumur resapan yang disebutkan di atas dirasa masih terlalu rumit, maka berikut adalah sumur resapan yang lebih sederhana.

Ukuran minimum diameter 0,8 meter, maksimum 1,4 meter. Ukuran pipa masuk 110 mm. Ukuran pipa pelimpah 110 mm. Ukuran kedalaman (1,5 s.d. 3m). Dinding dibuat dari pasangan bata atau batako dengan campuran spesi 1: 4 dibuat berlubang-lubang tanpa diplester.

Rongga sumur resapan diisi batu kosong 20/20 setebal 40 cm. Penutup sumur resapan dari plat beton tebal 10 cm, dengan campuran 1 semen, 2 pasir dan 3 kerikil. Kaveling tanah matang yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan.


Sumber: pikiran-rakyat.com & kompas.com

{moscomment}